-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Sejarah Awal Mula Sholat Tarawih.

Minggu, 05 Mei 2019 | Mei 05, 2019 WIB | 0 Views Last Updated 2019-05-05T00:04:01Z
Marhaban ya Ramadhan, pada kesempatan ini kami berbagi artikel kajian Ramadhan tentang Sejarah Awal Mula Sholat Tarawih.

Tujuannya supaya kita mengetahui bagaimana sejarah awal mula dilaksanakan sholat tarawih sejak zaman Nabi sampai sekarang.

Dok. TPQ DIW

Sejarah Awal Mula Sholat Tarawih

Dalam sejarahnya shalat tarawih pertama kali dilaksanakan sendiri oleh Baginda Nabi Besar Muhammad saw. Ini tercatat jelas dalam riwayat-riwayat sahih dalam Shahîh al-Bukhârî, Shahîh Muslim, dan Sunan Abî Dâwûd dari Aisyah ra. Pada bulan Ramadhan di pertengahan malam, Rasulullah saw pergi ke masjid untuk shalat. Sejumlah sahabat yang saat itu berada di masjid bermakmum mengikuti shalat Nabi saw tersebut. 

Di pagi harinya terjadi obrolan di kalangan sahabat mengenai shalat malam itu sehingga malam di malam-malam berikutnya jamaah shalat menjadi lebih banyak lagi. Shalat malam tersebut hanya dilakukan oleh Nabi saw sampai dua atau tiga malam saja. Pada malam selanjutnya para sahabat sudah berbondong-bondong ingin mengikuti shalat bersama Nabi saw. Mereka menunggu sampai meneriakkan “shalat-shalat”, namun saat itu Baginda Nabi Muhammad saw tidak kunjung keluar ke masjid.

Lalu pada waktu subuhnya, Nabi saw memberi tahu alasan absennya Nabi saw tadi malam di masjid. Sebenarnya Rasulullah saw mengetahui para sahabat menunggu Beliau saw untuk shalat bersama akan tetapi Beliau saw khawatir shalat malam di bulan Ramadhan yang telah dilakukan semenjak dua atau tiga malam sebelumnya menjadi wajib bagi umat Muhammad saw sehingga dapat memberatkan mereka.

Menurut riwayat Abu Dzar dalam Sunan al-Baihaqî dan Sunan al-Tirmidzî, ketiga malam yang dilaksanakan shalat ‘qiyam’ oleh adalah malam ke-23, malam ke-25 dan malam ke-27. Kami saat berpuasa Ramadhan, di malam haru tidak pernah shalat ‘qiyam’ bersama Nabi saw hingga memasuki malam ke-23. Saat malam ke-23 itu kita shalat ‘qiyam’ bersama Nabi saw hingga sepertiga malam pertama. Pada malam ke-24 kita tidak melaksanakannya. 

Selanjutnya malam ke-25 kita shalat ‘qiyam’ hingga tengah malam. Lalu di malam ke-26 kita tidak melakukannya. Malam ke-27 Nabi saw shalat ‘qiyam’ Ramadhan. Sedangkan dalam riwayat Anas bin Malik disebutkan malam ke-21 hingga malam ke-24. Dahulu pada malam ke-21 Nabi mengumpulkan keluarganya untuk shalat ‘qiyam’ berjamaah hingga sepertiga malam pertama. Di malam berikutnya, malam ke-22, Nabi saw kembali mengumpulkan mereka untuk sha;at ‘qiyam’ bersama hingga tengah malam. Lalu pada malam ke-23, Nabi saw mengumpulkan keluarganya untuk shalat ‘qiyam’ Ramadhan hingga sepertiga akhir malam. Pada malam ke-24 Nabi saw memerintahkan mereka untuk mandi lalu berjamaah hingga masuk waktu subuh. Setelah itu Nabi saw tidak mengumpulkan mereka lagi.     

Shalat malam yang dilakukan oleh Nabi saw ini merupakan cerminan komitmen Beliau saw terhadap apa yang telah diucapkan. Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah ra dalam Shahîh al-Bukhârî, Shahîh Muslim, Sunan Abî Dâwûd, Sunan Ibnu Mâjah, dan al-Muwaththa’, Nabi Muhammad saw pernah menyatakan: “Orang yang ber-‘qiyamullail’ pada bulan Ramadhan atas dasar keimanan dan mengharap rida-Nya, akan diampuni dosanya yang telah lewat”.

Baca Juga:  Adakan Lomba Menulis Opini, HMI Korkom Walisongo Semarang Gandeng Harakatuna.com
Dalam Musnad Ahmad, Abdurrahman bin Auf meriwayatkan bahwa Nabi saw pernah menegaskan beliau sendiri yang pertama kali menjalankan Tarawih ‘qiyamullail’ pada bulan Ramadhan: “Ramadhan adalah bulan yang Allah mewajibkan puasa. Sementara aku menetapkan sunah qiyam (tarawih) bagi umat Muslim. Orang yang ber-‘qiyamullail’ pada bulan Ramadhan atas dasar keimanan dan mengharap rida-Nya, akan keluar dari dosa-dosa seperti hari dia dilahirkan oleh ibunya”.

Menurut Abu Hurairah ra, saking seringnya Nabi saw menganjurkan untuk ber-‘qiyamullail’ saat Ramadhan seakan-akan tanpa memerintahkan yang fardhu (ʻazîmah).

Saat Rasulullah saw wafat, keadaan shalat tarawih masih seperti itu (menurut al-Qasthalani, masih tidak berjamaah atau shalat ‘qiyam’ sendiri-sendiri). Sama juga halnya keadaan shalat tarawih pada masa kepemimpinan Abu Bakar al-Shiddiq dan masa awal-awal kepemimpinan Umar bin al-Khattab.

Pada saat itu tarawih (qiyam Ramadhan) di masjid sebagian besar dilakukan dengan sendiri-sendiri dan ada juga yang berjamaah dengan sahabat yang lain karena bacaan al-Qurannya dinilai lebih bagus dan indah. Kemudian seiring dengan berjalannya waktu, Umar bin al-Khattab mempunyai inisiatif untuk mengumpulkan mereka pada satu imam. Hingga akhirnya Ubay bin Ka’b didaulat menjadi imam shalat tarawih, demikian keterangan dalam riwayat al-Bukhari. Sementara riwayat al-Saib bin Yazid menyatakan bahwa Umar bin al-Khattab mengangkat Ubay bin Ka’b dan Tamim al-Dari sebagai imam tarawih secara bergantian.

Riwayat lain juga mengatakan Umar bin al-Khattab sempat mengangkat Sulaiman bin Hatsamah menjadi imam tarawih untuk jamaah perempuan. Dalam Sunan al-Baihaqi Qatadah bin al-Hasan meriwayatkan bahwa di zaman kepemimpinan Utsman bin Affan yang memimpin shalat tarawih adalah Ali bin Abi Thalib hingga 20 malam kemudian digantikan oleh Abu Halimah Mu’adz al-Qari. Masih dalam riwayat al-Baihaqi, di masa kepimpinan Ali bin Abi Thalib memimpin sendiri shalat tarawih dan witir. Beliau juga mengangkat Arfajah al-Tsaqafi menjadi imam tarawih jamaah perempuan.

Demikian, semoga bermanfaat dalam menjalankan ibadah puasa.
×
Berita Terbaru Update